Selasa, 17 Maret 2009

Risalah Aqiqah

Ditulis dari berbagai sumber untuk keponakanku tersayang

TA’ARUF (Perkenalan)

Perkenalkan, Muhammad Syahdan Habiburrahman, itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Kalau nama nasabku Muhammad Syahdan Habiburrahman bin Ma’mun Fahrizal bin Muchtar bin Samblun. Aku lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 2009 tepat pukul 23.23 di RS Melati, Tangerang . Saat aku lahir beratku 2,80 kg loh dan tinggiku 45 cm. Aku anak kedua dari bunda Ita dan Ayah Ma’mun.
Makna sebuah nama …
“Apalah arti sebuah nama”, begitulah ungkapan dari Shakespeare yang begitu sering terdengar di masyarakat. Konsekuensinya nama hanyalah sebagai panggilan/identitas yang membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Sehingga seringkali dalam pemberian sebuah nama yang dicari adalah lebih karena keunikannya bukan makna yang terkandung di dalamnya.
Namun bagi kami – dan sebagian besar orang Indonesia – nama bermakna doa atau cita-cita. Sehingga setiap panggilan terhadapnya merupakan doa baginya dan setiap mengingat namanya maka mengingatkan akan cita-cita kehadirannya ke dunia.
Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “Sesungguhnya kalian akan diseru pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama ayah kalian, maka perbaguslah nama kalian”. (HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban).
Nabi Muhammad Saw pun pernah mengganti nama yang tidak bagus, sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Umar ra: “Sesungguhnya putri Umar diberi nama ‘Ashiyah (yang berdosa), maka Rasulullah saw mengganti namanya dengan Jamilah (cantik).” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Nama Muhammad Syahdan Habiburrahman diilhami oleh seorang sosok nabi yang mulia Baginda Muhammad SAW, dengan harapan ittiba, mahabbah dan barokahnya maka kami beri nama depan anak kami Muhammad. Mudah-mudahan kelak menjadi generasi penerus risalah –Nya. Syahdan bermakna persaksian yang teguh, harapannya mudah-mudahan kelak anak kami menjadi anak yang bersaksi atas kalimah Laa ilaaha illallah Muhammadar rasulullah,berjuang diatasnya, hidup dan matinya demi dan untuk Laa ilaaha illallah Muhammadar rasulullah. Ia jalani persaksian teguh tersebut dengan penuh cinta dan penghambaan kepada Allah dan mencurahkan kasih sayangnya kepada sesama, dengan harapan itu maka beri nama akhir anak kami habiburrahman.
Semoga kelak anak kami menjadi pemimpin ummat yang terbaik di masanya… Amiin
Amin ya rabbal ‘alamin….
Keluarga Ma’mun-Ita
Maret 2009


PENDAHULUAN

UCAPAN SELAMAT UNTUK BAYI YANG BARU LAHIR

“Baarokallohulaka fiil mauhuubilaka, wa syakartal waahiba, wa balagho asyuddahu, wa ruziqta birrohu.”
“Semoga Alloh memberikan keberkahan untuk dirimu atas (karunia) yg diberikan kepadamu. Semoga engkau mensyukuri Yang Maha Memberi hingga sang anak menjadi dewasa dan menjadi anak yang berbakti.”

JAWABANNYA
(atas orang yang mengucapkan doa di atas kepada kita):
“Baarokallohulaka wa baaroka’alaika, wa jazaakallohu khoiron, wa rozaqokallohu mitslahu, wa ajzala tsawaabaka.”

“Semoga Alloh memberikan berkahnya kepadamu dan dalam segala yang engkau miliki. Semoga Alloh membalas untukmu kebaikan yang banyak dan memberikan (karunia) tang sama kepadamu. Semoga Alloh pun berkenan melipat gandakan pahalamu.”

DO’A UNTUK BAYI YANG BARU DILAHIRKAN

”Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin”

Artinya: ”Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang dilihatnya.” (HR. Bukhari)
Menghidupkan Sunnah Nabi saw. dengan ‘Aqiqah

“Barang siapa yang menghidupkan sunnahku disaat terjadi kerusakan pada ummatku maka baginya pahala seseorang yang mati syahid.” (Rasulullah saw.)
Hadits ini menyadarkan kita akan pentingnya kembali pada kehidupan Islami dan menghidupkan sunnah Nabi saw. terutama di saat ummat mulai cenderung dan terpedaya dengan segala gaya hidup yang tidak berasal dari nilai-nilai Islam. Hal tersebut mengakibatkan ummat Islam tidak lagi memiliki jati diri, dan kecintaannya kepada Nabi saw sebagai suri teladan larut sedikit demi sedikit, berganti mengikuti gerak dan gaya masyarakat yang jahiliyah, termasuk dalam menyambut kehadiran anak yang sebenarnya merupakan amanah Allah SWT.

Tulisan ini sekedar mengingatkan akan sebuah sunnah yang dahulu akrab dengan kehidupan kaum muslimin sebagai ummat yang dirahmati dan diberkahi Allah SWT.

Beberapa Hal yang Harus Dilakukan oleh Orang tua Setelah Kelahiran Anaknya

1. Menyuarakan adzan di telinga kanan dan qomat di telinga kiri bayi. Hal ini berdasarkan atas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dari Abu Rafi’: Aku melihat Rasulullah saw. Menyuarakan adzan pada telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika Fatimah melahirkannya.

2. Melakukan tahniq, yaitu menggosok langit-langit (mulut bagian atas) dengan kurma yang sudah dilembutkan. Caranya ialah dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah pada jari, dan memasukkan jari itu ke dalam mulut bayi, kemudian menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan dengan gerakan yang lembut hingga merata di sekeliling langit-langit bayi. Jika kurma sulit di dapat, tahniq ini dapat dilakukan dengan bahan yang manis lainnya, seperti madu atau saripati gula, sebagai pelaksanaan sunnah Nabi saw.

Di dalam Shahihain, terdapat hadits dari Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., ia berkata:
Aku telah dikaruniai seorang anak, kemudian aku membawanya kepada Nabi saw. lalu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langit-langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendo’akannya dengan keberkahan. Setelah itu beliau menyerahkannya kepadaku.

Hikmah dari tahniq ini ialah untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut dan gerakan lisan beserta tenggorokan dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap untuk menghisap air susu ibunya dengan kuat dan alami. Lebih utama kalau tahniq ini dilakukan oleh ulama/orang yang shalih sebagai penghormatan dan pengharapan agar si bayi menjadi orang yang shalih pula.

3. Mencukur rambut kepala bayi, memberi nama, dan Aqiqah.


RISALAH AQIQAH

Pelaksanaan Aqiqah

Makna Aqiqah
Secara bahasa berasal dari kata Al‐Aqqu yang berarti memotong (Al‐Qoth'u). atau memutus. Dalam istilah syara’ sebagaimana disebutkan dalam kitab Nailul Authaar V:224, bahwa “Aqiqah ialah hewan yang disembelih karena bayi yang dilahirkan, serupa dengan pendapat tersebut Al Ashmu’I berpendapat bahwa: Aqiqah asalnya adalah rambut di kepala anak yang baru lahir. Kambing yang dipotong disebut aqiqah karena rambut anak tersebut dipotong ketika kambing itu disembelih. Singkatnya aqiqah dalam istilah syara’ adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat‐syarat tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).

Pentingnya Aqiqah

Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya anak itu diaqiqahi. Maka tumpahkanlah darah baginya dan jauhkanlah penyakit daripadanya (dengan mencukurnya).” (Hadits shahih riwayat Bukhari, dari Salman Bin Amar Adh-Dhabi).
‘Aqiqah adalah tanda syukur kita kepada Allah SWT atas nikmat anak yang diberikan-Nya. Juga sebagai washilah (sarana) memohon kepada Allah SWT. agar menjaga dan memelihara sang bayi. Dari hadits di atas pula ulama menjelaskan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi para wali bayi yang mampu, bahkan tetap dianjurkan, sekalipun wali bayi dalam kondisi sulit.
Dianjurkan agar ‘aqiqah itu disembelih atas nama anak yang dilahirkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mundzir dari ‘Aisyah r.a.: Nabi saw. bersabda: “Sembelihlah atas namanya (anak yang dilahirkan), dan ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, bagi-Mu-lah dan kepada-Mu-lah ku persembahkan ‘aqiqah si Fulan ini.”
Akan tetapi, jika orang yang menyembelih itu telah berniat, meskipun tidak menyebutkan nama anak itu, maka tujuannya sudah tercapai.

Hukum aqiqah

Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, "Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), diberi nama pada hari itu dan dicukur kepalanya ". (HR al‐Tirmidzi, Hasan Shahih)

Jumlah Hewan Aqiqah

Dalam pelaksanaan aqiqah disunahkan untuk memotong dua ekor kambing yang seimbang untuk anak laki‐laki dan satu ekor untuk anak perempuan.

Dari Ummi Kurz Al‐Kabiyyah Ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Bagi anak laki‐laki dua ekor kambing yang sama, sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing. Dan tidak membahayakan kamu sekalian apakah (sembelihan itu) jantan atau betina”". (HR. Tirmidzy dan Ahmad)


Namun bila tidak memungkinkan, maka boleh saja satu ekor untuk bayi laki‐laki, Hal ini berdasar atas hadits dari Ibnu ‘Abbas r.a.: “Bahwa Rasulullah saw. telah meng’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain dengan satu ekor biri-biri.” (H.R. Abu Dawud),

Dan riwayat yang menytakan bahwa: “Abdullah bin Umar r.a. telah meng’aqiqahi anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan, satu kambing-satu kambing.” (HR.ImamMalik)

Kewajiban Siapakah ?
Kewajiban bagi si anak yang baru lahir adalah tanggung jawab orang tua yang memikul nafkah anak dari harta sendiri, bukan dari harta si anak. Namun demikian dapat ditunaikan oleh orang lain atas kehendaknya sendiri.Dasarnya adalah hadits yang menyatakan bahwa :“Rasulullah SAW menyembelih Aqiqah Hasan dan Husein masing-masing dua ekor Qibasy” (HR. Nasal).

Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, "Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama". (HR. al‐Tirmidzi).

Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke‐14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke‐21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT : "Allahmenghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu". (QS.Al-Baqarah:185)

Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga

Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu, dan seterusnya. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah. Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al‐Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, "ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?" Imam Ahmad menjawab, "Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh".

Para pengikut Imam Syafi'i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak‐anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.


Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak?
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra.,"Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki‐laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh". (HR al‐Bayhaqi).


Pengaturan pembagian Daging Aqiqah

Daging Aqiqah dapat dibagi tiga yaitu:
1. Dimakan sendiri.
2. Disedekahkan kepada fakir miskin.
3. Dihadiahkan kepada jiran/tetangga, kenalan dan sebagainya.
Dari pernyataan diatas maka daging selain disedekahkan juga bisa dimakan oleh keluarga yang melakukan aqiqah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra., "Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki‐laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh". (HR al‐Bayhaqi).

Siapakah yang layak menerima daging sembelihan aqiqah ?

Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non‐muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, "Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang". (QS. Al‐Insan : 8).

Menurut Ibn Qud_mah, tawanan pada saat itu adalah orang‐orang kafir. Namun demikian, mereka yang paling layak menerima sedekah adalah orang fakir dan miskin dari kalangan umat Islam, begitu juga dengan aqiqah, mereka yang paling layak menerima adalah orang miskin dikalangan umat Islam. Walau bagaimanapun berdasarkan beberapa buah hadis yang telah disebutkan dan amalan Rasulullah dan sahabat kita disunatkan juga memakan sebahagian daripada daging tersebut, bersedekah sebahagian dan menghadiahkan sebahagian lagi.

Tidak boleh menjual daging Aqiqah
Hukum daging Aqiqah sama dengan qurban, yakni tidak boleh menjualnya kepada orang. Karena syariatnya adalah dengan dibagikan.

Jenis Hewan yang dijadikan Aqiqah
Syarat hewan yang boleh disembelih sebagai Aqiqah sama dengan syarat hewan qurban. Jelasnya jika hewan tersebut boleh dan sah dijadikan qurban maka sah pula dijadikan Aqiqah. Syarat itu adalah bahwa tidak boleh disembelih hewan cacat, yang kurus, yang sakit dan yang patah kakinya. Semakin besar dan gemuk serta sehat tentu semakin baik. Sedangkan masalah harus menyentuhkan anak kepada kambing yang akan disembelih untuk aqiqahnya, jelas tidak ada dasarnya. Barangkali hanya sebuah kebiasaan saja.

Aqiqah haruskah hewan jantan?

Baik dalam aqiqah maupun udhiyah (kurban) tidak ada persyaratan bahwa hewannya harus jantan atau betina. Keduanya bisa dijadikan sebagai hewan aqiqah atau kurban. Berdasarkan hadits:, “… tidak memberatkanmu apakah kambing itu jantan atau betina” (HR. Ahmad)

Akan tetapi yang lebih diutamakan adalah hewan jantan agar kelangsungan reproduksi hewan tersebut tetap terjaga.
Doa ketika menyembelih Aqiqah
Bismillah, Allahu Akbar. Allahumma Sholli’ala Muhammad wa ‘ala alihi wa sallim. Allahuma minka wa ‘alaika, taqobbal hadzihi ‘aqiqatu min fulan …..

Dengan nama Allah, Allah Maha Besar.Ya Allah sholawat dan keselamtan atas Nabi Muhammad SAW. Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau, terimalah aqiqah ini, Aqiqah untuk …. (HR. Abu Ya’a dan Al Bazzar).

Hukum Aqiqah Dilaksanakan Dilain Negara/Kota
Tidak ada batasan yang mengharuskan agar pelaksanaan aqiqah dilakukan dinegeri/kota/kampung tempat kelahiran anak. Karena itu, Anda bisa melakukan di mana saja sesuai dengan kemaslahatan yang ada.

Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut. Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: "Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya". (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)

Ibnu Al‐Qoyyim berkata: "Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna‐makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah‐olah makna‐makna tersebut diambil darinya dan seolah‐olah nama-nama tersebut diambil dari makna‐maknanya". Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama‐nama terhadap yang diberi nama (Al‐musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini yang terdapat dalam Kitab At‐Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al‐'Isawiy hal 65:

Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: "Siapa namamu?" Aku jawab: "Hazin" Nabi berkata: "Namamu Sahl" Hazn berkata: "Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku "Ibnu Al‐Musayyib berkata: "Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya". (HR. Bukhori)

Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak‐anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama‐nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: "Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku". (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)

Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh. Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, "Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur". (HR.At‐Tirmidzi).

Dalam kitab al‐Muwaththo`, Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut. Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin ‐insya Allah‐ semakin besar pula sedekahnya serta semakin besar pahalanya. Amin.

Tidak ada komentar: